Pewarta: Wito Biro: Jember Editor: Gareng Petruk
JEMBER – Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Jember, mendadak berubah jadi panggung rakyat. Bukan panggung politik, bukan pula panggung dangdut koplo malam Jumat, tapi Carnaval Akbar memperingati HUT RI ke-80. Lokasinya di Balai Desa Nogosari, Jalan Kyai Hafidz No. 1, Dusun Gumuk Sari.
Tanggalnya pas: Minggu, 10 Agustus 2025. Pesertanya 33 rombongan—10 lembaga (SD, SMP, Madrasah), sisanya 23 peserta umum. Start siang bolong untuk lembaga, sore menjelang magrib giliran masyarakat umum. Bedanya? Kalau peserta lembaga bawa bendera dan senyum anak sekolah, peserta umum biasanya bawa atribut bebas—dari kostum pahlawan sampai pahlawan kesiangan.
Hadiah? Nah ini yang bikin warga melotot: tanah kapling untuk juara utama. Juara dua dapat sepeda listrik. Plus doorprize untuk rakyat jelata yang setia menunggu undian.
“Hadiah tanah kapling ini ibarat durian jatuh… bedanya ini jatuhnya harus bayar kupon Rp10 ribu,” celetuk Abd. Rojak, panitia yang mukanya sumringah meski kakinya pegal.
Sejak pukul 10.00 WIB jalan sudah ditutup. Panitia jadi semacam “petugas pintu surga”, cuma mereka yang boleh lewat. Kalau ada warga ngotot masuk, ya silakan, asal siap dicemberutin panitia.

Kepala Desa Nogosari, Bapak Esa Hosada S.H., M.Kn., jadi sponsor utama acara. Tiap tahun acara ini memang penuh sesak. Katanya, manusia di desa itu kalau sudah karnaval, setia menunggu hadiah seperti menunggu pesan WA dari gebetan—meski tahu jawabannya belum tentu “ya”.
Sugianto, tukang parkir, punya cerita sendiri.
“Parkir Rp2.000 itu murah, tapi resikonya mahal kalau ada yang hilang. Ya gimana lagi, rezeki keluarga dari sini. Meski pingin nonton karnaval, kita tahan, demi amanah dan demi istri bisa beli bedak baru,” ujarnya sambil menahan ngantuk.
Pedagang? Wah, itu yang paling sumringah. Rusdi, penjual cilok dan es doger, dagangannya ludes sebelum peserta umum start. Istrinya sampai senyum-senyum terus hari itu.
“Biasanya jarang senyum, mungkin karena cilok hari ini laris. Saya ambil stok dua kali. Tahun kemarin kurang, sekarang sampai overdosis cilok,” katanya sambil ngakak.
Bagi pedagang, Agustus itu bulan penuh rezeki. Kalau dulu pejuang bawa bambu runcing, sekarang pedagang bawa tusukan cilok. Bedanya, yang satu untuk merdeka dari penjajah, yang satu untuk merdeka dari utang warung.

Carnaval Akbar Nogosari tahun ini bukan cuma hiburan, tapi juga cermin. Rakyat bisa tertawa bersama, pedagang bisa untung, tukang parkir bisa bayar listrik, dan panitia bisa pulang dengan pegal di kaki tapi bahagia di hati.
Dan di balik semua itu, hadiah tanah kapling tetap jadi primadona—karena di negeri ini, punya tanah bukan cuma soal rumah masa depan, tapi juga gengsi masa kini.
